1 Tahun Lalu.

Dulu, aku pernah membayangkan kehidupan yang ingin kumiliki. Pendidikan yang menjadi tujuan, pekerjaan yang kudapat, masa-masa muda menyenangkan, sampai seperti apa sosok laki-laki yang ingin kuajak hidup bersama. Membayangkannya begitu menarik. Tapi, terkadang semua tak akan sesuai dengan apa yang kita inginkan 100%. Pendidikanku tak leluasa kupilih, masa mudaku sedikit sepi, dan tanggung jawab sebagai anak tunggal selalu mengejar. Tak ada tuntutan langsung memang, karena orangtua tidak langsung mengatakannya. Aku hanya bisa menerka dan menuruti semuanya. 
Sampai tidak terasa, hidupku utuh bergantung padanya. Ibu. Semua ibu. Ibu, ibu, dan ibu. Bahkan sampai pada sosok laki-laki. Anehnya, kami satu hati tentang bagaimana sosok laki-laki yang baik itu. Semua seakan baik-baik saja, sampai 2018 ibuku sakit. Semua berubah pasti. Apalagi untuk seorang anak tunggal yang tidak punya tempat bersandar lain. 
Semua berjuang dan berusaha mengikuti keadaan yang ada. Siapa yang perjuangannya paling besar? Tentunya ibuku. Tapi, ibuku hanya manusia biasa. Lelah pasti ada. Hingga akhirnya, tahun lalu. Setelah 3 bulan menjalani cuci darah, ibuku pergi.
Meskipun sudah setahun, aku tidak pernah melupakan satu kejadian pun. Tidak pernah juga, aku bisa tidur di bawah jam 12 malam selama setahun ini. 
Benar kata orang, jika sudah tidak ada baru terasa perbedaannya. Kali ini aku sangat setuju. Mungkin ibu merasa aku sudah mampu mandiri, makanya ibu pergi. Walaupun kenyataannya tak begitu. 
Tapi aku tetap mengucapkan terima kasih. Terima kasih telah melahirkan ku. Terima kasih sudah menyayangiku. Terima kasih sudah menerima semua kekuranganku. Dan terima kasih telah menjadi ibuku.


Setelah 5 hari dirawat di RSUD Trenggalek, 
14 April 2021, ibuku pergi untuk selamanya.
26 tahun kenangan indah yang tidak pernah akan terlupakan dan 1 tahun kenangan buruk yang tidak bisa dilupakan.
Aku sayang, Ibu.


Komentar