Resensi Novel “Critical
Eleven” Karya Ika Natassa
Membaca novel “Critical
Eleven” karya Ika Natassa seperti mengalami s kejadian nyata tentang sebuah
komunikasi. Selayaknya sebuah hubungan antara dua orang, Ale dan Anya pertama
kali bertemu sebagai dua orang yang tidak saling mengenal. Pertemuan pertama
kali di sebuah pesawat tidak akan terpikirkan akan menjadi sebuah awal
komunikasi yang panjang. Seperti yang digambarkan penulis, ada 11 menit yang
paling penting dalam penerbangan. Ale dan Anya pun merasakannya pada pertemuan
itu. Hanya butuh waktu tidak lebih dari 3 menit untuk Anya dan Ale menjadi
akrab di awal perkenalan. Dan, hanya butuh waktu 8 menit untuk meyakinkan Ale
bahwa ia harus bertemu lagi dengan Anya.
Setelah pertemuan di pesawat itu, hubungan mereka
terus berlanjut. Mereka menjalin komunikasi dengan baik selayaknya dua orang
yang berhungan dekat. Meskipun Ale dan Anya harus terpisah jarak yang jauh,
tidak menghalangi mereka untuk menjadi satu. Setelah 5 tahun menikah, sebuah
kejadian yang tidak akan pernah mereka inginkan terjadi. Komunikasi yang mereka
bangun dari awal dengan baik hilang sekejap. Sekarang hanya Anya dan Ale, bukan
“kita”. Ale dan Anya tak lagi menjalin komunikasi hangat seperti dulu. Tidak
ada tawa lagi di rumah mereka. Kepergian Aidan, anak mereka yang masih bayi
menjadi awal bagaimana komunikasi harmonis itu hancur. Baik Ale dan Anya sangat
terpukul, namun mereka melampiaskan kesedihan itu dengan cara yang berbeda. Hubungan
itu kian renggang saat tak sengaja sebuah kalimat dari Ale membuat Anya begitu
sakit. Setelah kehilangan itu, mereka seakan menjadi dua orang yang jauh.
Mereka tidak saling berbagi kesedihan bersama. Tidak ada lagi komunikasi
hangat, yang justru sbenarnya sangat dibutuhkan. Tanpa mereka sadari, hal itulah
yang membuat mereka jauh dan menambah rasa sakit dalam hati masing-masing.
Namun, sejauh apapun komunikasi mereka telah hancur, rasa sayang itu masih ada.
Ale dan Anya hanya perlu mencoba berani dan jujur terhadap perasaan yang mereka
pendam. Pada akhirnya, merekapun melakukan itu.
Ika Natassa menghadirkan sebuah cerita yang lengkap.
Dalam satu waktu cerita, Pembaca dapat merasakan berbagai perasaan yang
berbeda. Ada rasa bahagia, sedih, marah, dan tidak adil muncul disana. Ada pula
rasa kesal dan gemas pada karakter Ale dan Anya saat mereka tidak jujur saja
dengan perasaan masing-masing. Sempat membayangkan bagaimana jika novel ini
menjadi sebuah film.
Tidak berselang lama, keinginan itu terwujud. Critical Eleven difilmkan. Sungguh saat
mengetahui itu, berbagai pertanyaan muncul. Siapa ya pemeran Ale? Siapa ya
pemeran Anya? Mampukah mereka menghidupkan karakter Ale dan Anya yang begitu
kuat seperti dalam novel? Perasaan semangat dan penasaran muncul. Akhirnya pertanyaan tentang siapa
pemeran Ale dan Anya terjawab. Meski di luar ekspektasi, tetapi tidak
mengurangi rasa penasaran terhadap film ini. Hal itu karena, dua pemain utama
yang terpilih adalah aktor dan aktris yang bertalenta.
Ketika ada pertanyaan, sudah siapkah menonton film “Critical Eleven”? Saya tidak perlu
menunggu 11 menit untuk mengatakan YA!
Komentar
Posting Komentar